Jumat, 11 Januari 2008

Arbi Sanit


Dosen dan Pengamat Politik
Pengamat politik dan dosen Ilmu Politik dari Fakultas Ilmu Sosial & Politik Universitas Indonesia, sebelum dan saat kuliah di FISIP UI, sambil bekerja di perusahaan pelayaran Djakarta Lloyd, hingga menjadi asisten dosen di fakultasnya. Dia Lulus pada 1969, dan menjadi dosen. Setelah itu, barulah Arbi berhenti dari Djakarta Lloyd.

Lalu empat tahun kemudian, Anak kelima dari 11 bersaudara ini mengikuti studi bebas mengenai sistem politik Indonesia di Universitas Wisconsin, AS.

Pendidikan SD (1954) dan SMP (1957) dijalani di kampung kelahirannya Desa Batangkapas, Painan, Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Setamat SD, dia sempat diminta kakaknya agar meneruskan ke sekolah guru (SGB). Tetapi, dia menampik karena ingin seperti ayahnya, menjadi ahli politik atau pelukis. Setelah menamatkan SMA di Medan (1962), ia sempat bermaksud mendaftar di Akademi Seni Rupa, tetapi tidak jadi. Dia lalu masuk FISI UI.

Selama sekolah dan kuliah, dia tergolong pendiam. Sifat pendiam itu muncul sepeninggal ayahandanya, wedana Muara Labuh di Sumatera Barat. Sejak itu, dia jarang bermain di luar rumah. Dia menyendiri dan lebih suka belajar. Pada masa kuliah pun, dia tidak terlibat kegiatan kampus. Bahkan dia tidak ikut dan tidak lulus mapram.

Soal PKB
Arbi menilai keputusan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mendukung duet Wiranto-Salahuddin Wahid merupakan kemunduran. PKB telah mengkhianati reformasi demi kepentingan kekuasaan. Ia melihat motifnya hanya kekuasaan, tidak ada kepentingan ideologi.

Pria kelahiran Painan, 4 Juni 1939, ini mengatakan keputusan PKB mendukung capres Partai Golkar, merupakan pilihan yang pragmatis dari kondisi saat ini. Yakni PKB kini dalam posisi hanya bisa memberikan dukungan karena tidak punya capres sendiri. Ia melihat motifnya hanya kekuasaan, tidak ada kepentingan ideologi. "Masa mendukung militerisme. PKB dan Gus Dur kan dulu blok reformasi," ujarnya.Dalam kesempatan terpisah, pengamat politik ini mengatakan, pemerintahan reformasi telah mengalami perluasan dan pendalaman korupsi sampai ke daerah, yang selama ini mungkin belum tersentuh sehingga berakibat pada kemerosotan kehidupan rakyat."Akibat pendalaman dan perluasan cara korupsi itu membuat Indonesia selalu dianggap negara koruptor tinggi, dan di ASEAN sebagai terkorup sedangkan di Asia kedua terkorup, dan di dunia sebagai ketiga terkorup," kata Arbi Sanit, dalam seminar nasional "Menuju pemerintahan yang bersih dan berwibawa", di Jambi, Senin (28/07).Seminar nasional yang diselenggarakan LSM Tempat Pembicaraan Orang Banyak (Tempoyak) itu, Arbi Sanit mengemukakan, indeks yang disusun UNDP tahun 2001, peringkat pengembangan SDM Indonesia adalah nomor urut 102 di Dunia atau setingkat di bawah Vietnam,dan 19 tingkat di atas Kamboja."Keadaan itu persis sama dengan Indonesia tahun 1966, atau tiga tingkat di atas tahun 1977 dan 1998 dan tujuh tingkat di bawah tahun 1999-2000," katanya, lalu mengemukakan bahwa tingkat korupsi Indonesia sudah tidak diragukan lagi peningkatannya dari tahun ke tahun.Tingkat korupsi itu, lanjut Arbi Sanit, juga membuktikan bahwa kondisi SDM rakyat Indonesia menunjukkan pemerintah dan pemerintahan yang otoriterian, salah urus dan mandul selama lebih empat dekade, yang menghabiskan lebih dari tiga perempat waktu kemerdekaan bangsa dan negara Indonesia.Arbi Sanit mengemukakan pula, agar kondisi itu tidak berlanjut dan berkembang terus menerus, dibutuhkan pemerintahan yang bersih sebagai solusi dari permasalahan yang dihadapi negara dan bangsa sekarang ini.Dia mengakui, secara paradigma ada tiga bentuk pemerintahan di dalam perkembangannya.Pemerintahan birokrat, yaitu bentuk sistem pemerintahan modern, kewenangan untuk memerintah adalah dasar kehadiran dan kinerja dan kewenangan itu diformalkan melalui UUD dan Perundangan lainnya, sehingga pemerintah berkuasa secara syah dan berhak melakukan represi kepada rakyat yang mengingkari."Tapi kecenderungan oligarkhi pemegang kewenangan pemerintah membelokkan pemerintah demokrasi menjadi birokratisasi, sehingga menimbulkan peluang penguasa untuk enyalahgunakan kekuasaan dalam berbagai bentuk yang memuncak menjadi korupsi," katanya.Arbi Sanit tampil pada seminar nasional itu dengan makalah "Tantangan dan Peluang Pemerintahan terbaik", bersama tokoh lainya seperti, Drs Ali Maskur Musa (F-KB DPR-RI) dan Ir Samuel Abdullah Koto (F-Reformasi DPR-RI).Seminar yang dimotori LSM Tempat Pembicaraan Orang Banyak (Tempoyak) Jambi tersebut, bertujuan untuk memberikan wacana dan solusi bagi terwujudnya pemerintahan yang bersih. ► tsl-ant-dc*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)

Nama: Arbi Sanit
Lahir: Painan, Pesisir Selatan, Sumatera Barat, 4 Juni 1939
Agama: Islam
Pendidikan :
- SD, Painan (1954)
- SMP, Painan (1957)
- SMA, Medan (1962)
- FISIP UI (1969)
- Program nongelar Sistem Politik Indonesia Universitas Wisconcin, AS (1973-1974)

Karier:
- Kepala Bagian Kemahasiswaan (1970-1971),
Sekretaris Departemen Ilmu Politik (1971-1973),
Kepala Bagian Administrasi (1971-1973),
Kepala Biro Administrasi Pendidikan (1974-1977),
dan Pembantu Dekan III FISIP UI (1975-1978)
- Dekan Fakultas Ilmu Politik Universitas Nasional, Jakarta (1980-1983)
- Ketua Harian Kelompok Kerja Perencanaan Pengembangan FISIP UI (1980-)

Kegiatan Lain:
- Anggota Redaksi Indonesia Magazine, Jakarta (1978-1979) Anggota Redaksi Majalah Persepsi, Jakarta (1979-sekarang)
- Anggota Redaksi Majalah Ilmu dan Budaya, Universitas Nasional (1981-sekarang)

Karya:
- Antara lain: Sistem Politik Indonesia, Penghampiran dan Beberapa Aspek Lingkungan, YIIS, Jakarta, 1981

Alamat Rumah : Kompleks Dosen UI, Ciputat 29, Jakarta Selatan

Alamat Kantor : FISIP UI, Rawamangun, Jakarta Timur Telp.: 483547

Tidak ada komentar: