Jumat, 04 Januari 2008

Indra Piliang


Anak Kampung, Anak Kota

Indra Jaya Piliang lahir di Pariaman, Sumatera Barat, pada 19 April 1972. Ayahnya bernama Boestami dengan gelar Datuak Nan Sati. Suku ayahnya Koto. Sementara ibunya bernama Yarlis dari suku Piliang. Koto dan Piliang adalah rumpun suku utama di Minangkabau. Lareh Koto Piliang adalah sistem sub-budaya dalam budaya Minangkabau yang didirikan oleh Datuk Ketumanggungan, menganut sistem aristokrasi militeristik dalam pengambilan keputusan dan pemerintahan tempo doeloe, sebagaimana disebut dalam wikipedia. Lareh ini berbeda dengan Bodi Chaniago yang lebih egaliter dan demokratis yang dikembangkan oleh Datuk Perpatih Nan Sebatang. Ayah dan ibunya memiliki tujuh orang anak, enam laki-laki dan satu perempuan. Nama-namanya adalah Achmad Busra, Zaenul Bahri, Yunas Setiawan, Mardiyah Hayati, Benni Perwira dan Akbar Fitriansyah. Indra adalah anak ketiga.
Indra menikah dengan Faridah Thulhotimah, putri pasangan Syamsul Bachri dan Syamsiah. Syamsul adalah keturunan dari suku Yogyakarta dan Betawi, sementara Syamsiah adalah keturunan suku Sunda. Faridah memiliki satu kakak, Hadi Suwarman. Faridah adalah lulusan Jurusan Ilmu Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia. Keduanya memiliki satu putra, Afzaal Zapata Abhista.
Indra menamatkan kuliah di Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Selanjutnya ia meneruskan kuliah di Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. Selama kuliah, ia aktif dalam Studi Klub Sejarah dan pernah menjadi Ketuanya. Pernah juga menjadi Sekretaris Umum Senat Mahasiswa Fakultas Sastra UI dan pengelola Tabloid Ekspresi FS-UI. Di tingkat UI, Ia aktif pada majalah Suara Mahasiswa UI, Senat Mahasiswa UI, Senator Badan Perwakilan Mahasiswa UI, Kelompok Studi Mahasiswa Eka Prasetya dan pernah ikut latihan marching band Madah Bahana. Ia juga sempat menjadi redaktur pelaksana Surat Kabar Kampus Warta UI. Indra pernah maju sebagai calon Ketua Senat Mahasiswa UI periode 1995-1996. Namun dia kalah oleh Kamaruddin. Metode pemilihannya adalah secara langsung, termasuk dengan kampanye terbuka dan debat kandidat. Pada masa kampanye itulah ia bertemu dengan Faridah yang waktu itu menjadi Panitia Pemira (Pemilihan Raya) Senat Mahasiswa UI. Ia kalah, tetapi berhasil menggondol pialanya.
Sebagai aktifis kampus, Indra juga menjadi pendiri dan Sekjen Pertama Ikatan Himpunan Mahasiswa Sejarah Indonesia (IKAHIMSI) periode 1995-1997. Ia juga tercatat sebagai pendiri Forum Komunikasi Senat Mahasiswa Jakarta (FKSMJ) bersama Ubaidillah, Henky, Danar, dll. Ia juga pernah tercatat sebagai Koordinator Wilayah A (Sumatera dan Jawa) Forum Komunikasi Senat Mahasiswa Indonesia (FKSMI) yang dibentuk di Universitas Mulawarman, Samarinda, pada 1995. Dalam organisasi intra kampus, Ia juga sempat aktif di Forum Amal dan Studi Islam (Formasi) Fakultas Sastra UI, yakni sebagai Ketua Badan Pertimbangan (Majelis Syuro). Indra juga tercatat sebagai anggota dan pengurus Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Depok.
Dalam organisasi-organisasi kemahasiswaan itulah Indra mendapatkan teman, sahabat dan juga musuh dan lawan. Sebagai aktifis, ia bepergian ke pelbagai tempat, bersidang, berdebat dan merumuskan pikiran-pikiran khas kemahasiswaan. Begitulah. Dan tiba-tiba ia menemukan diri sebagai seorang penulis, peneliti dan analis, terutama untuk bidang-bidang politik. Namun, kecintaannya kepada kampung halaman dan sikap kritisnya atas kota, juga muncul dalam tulisan-tulisannya. Ia mulai menggeluti masalah-masalah Aceh dan Papua, bahkan juga tertarik mengeksploirasi Bali dan Riau. Dalam aspek yang lebih luas, ia meminati masalah-masalah yang berkaitan dengan otonomi daerah.
Ketika mahasiswa, ia dikenal memiliki sikap anti-kemapanan. Sesuatu yang dianggap kekiri-kirian atau kemerah-merahan. Tetapi ia juga dianggap kehijau-hijauan. Ia terkadang lebih suka disebut seperti semangka: hijau diluar, merah di dalam.
http://indrapiliang.com/about/

Berawal dari Surau dan Lapau

MENAJADI petani atau pedagang sukses. Itulah cita-cita awal pria bernama lengkap Indra Jaya Piliang ini. Cita-cita seperti itu tidak lepas dari latar belakangnya yang lama hidup di daerah pedesaan Kabupaten Pariaman Sumatera Barat. Walaupun hidup di lingkungan pedesaan, namun hal-hal berbau politik sudah dia kenal sejak kecil. ''Pertama karena ayah saya dulu adalah aktivis Partai Masyumi. Kedua, di Sumatera Barat diskusi atau pembicaraan tentang politik itu biasa dilakukan di lapau atau warung. Kalau masalah yang sudah menyentuh kemasyarakatan dan konteksnya dengan agama, dibicarakan di surau (masjid). Di dua tempat itulah kami membangun tradisi intelektual,'' kata pria kelahiran Pariaman, 19 April 1972 ini.
Walaupun begitu, sewaktu muda Indra tidak ingin menjadi politikus. Dia lebih suka menjadi petani atau pedagang sukses. ''Karena jadi politikus atau anggota DPR kan harus pakai cara-cara khusus dan juga nasib bagus. Saya itu dulu ingin jadi orang biasa-biasa saja,'' kata putra pasangan Boestami Dt Nan Sati dan Yarlis ini.
Saat akan melanjutkan ke Perguruan Tinggi, Indra langsung memutuskan untuk merantau ke Jakarta. Karena menurut orang di kampungnya, kalau bisa sekolah ke Jakarta mengapa cukup merasa puas sekolah di Padang. Akhirnya dia memilih Universitas Indonesia. Saat menjadi mahasiswa baru Fakultas Sastra Jurusan Sejarah Universitas Indonesia, Indra mempunyai pengalaman paling menarik. ''Yaitu saat malam inisiasi, waktu itu senior saya banyak yang orang 'kiri'. Saat itulah saya baru mengerti seperti apa pemikiran kiri ala mahasiswa 90-an itu. Sulit saya gambarkan tapi inisiasi oleh mereka itu betul-betul merupakan pengalaman baru bagi saya yang latar belakangnya 'kanan'. Para senior saya itu akhirnya menjadi pendiri PRD,'' kata suami Faridah Thul Hotimah ini.
Saat kuliah Indra juga bergabung dengan Himpunan Mahasiwa Islam (HMI) dan menjadi pengurus HMI Cabang Depok. Selain itu ayah Afzaal Zapata Bhista ini juga aktif di pers kampus. Tahun 1993-1994 dia menjadi manajer Tabloid Fakultas Sastra UI Ekspresi. Tahun 1994-1995 menjadi Kepala Litbang Majalah Mahasiswa UI Suara Mahasiswa. Pada 1996-1997 menjadi redaktur kepala Koran Kampus Warta UI. Selain itu sejak 1995 dia mulai menulis di berbagai media.
Begitu lulus dari UI pada tahun 1997, Indra bekerja sebagai editor Tabloid Jurnal Reformasi dan Moment. Setelah menggeluti dunia pers, dia bergabung dengan Partai Amanat Nasional. Dalam Partai yang digagas Amien Rais ini, kariernya berawal dari Kepala Departemen Hubungan Media Massa, DPC PAN Tangerang (1999), Lalu pada 2000, dia menjadi Staf Departemen Budaya DPP PAN.
Seiring berjalannya waktu dia dan beberapa tokoh muda PAN memutuskan keluar dari PAN. Dia lalu bergabung menjadi peneliti di CSIS mulai 2000 hingga saat ini. Setelah berprofesi sebagai peneliti masalah politik dan perubahan sosial, Indra sering diminta menjadi 'host' di berbagai talk show untuk tema yang sesuai bidangnya. Antara lain talk show tentang demokrasi di Jakarta News FM, aspirasi publik di Trijaya FM, dan menjadi komentator tetap Delta FM sewaktu Sidang Tahunan MPR 2001 lalu.
Sebagai alumni HMI, dia kemudian bergabung dengan Korps Alumni HMI (KAHMI) Pro, yang merupakan kumpulan kaum muda KAHMI yang orang-orang profesional.
Selain itu dia juga aktif menulis artikel untuk Jurnal Madani yang diterbitkan Pengurus Besar (PB) HMI.
Mengenai hobinya menonton film yang serius, Indra mengaku hal itu sangat membantu dia saat dipercaya menjadi ketua tim kreatif pembuatan film (sinetron) Pustaka Tokoh Bangsa. ''Sebagai ketua tim kreatif saya ikut menyusun skenario serta melakukan riset dengan mewawancarai orang-orang dekat tokoh Soekarno, Hatta dan Sutan Sjahrir. Saya juga ikut menentukan nama-nama Anjasmara (sebagai Bung Karno), David Chalik (Hatta) dan Fathur Java Jive (Sjahrir),'' katanya.
Indra mengaku kagum dengan kemampuan akting Fathur Java Jive yang sangat baik, dan tidak kalah dari David Chalik serta Anjasmara yang memang sudah menekuni dunia sinetron. Saat ditanya tentang keluarganya, Indra mengaku mendapatkan istrinya karena mengikuti Pemilihan Raya Mahasiswa UI.
''Waktu itu saya memang tidak terpilih menjadi Ketua Umum SEMA UI, tapi saya dapat salah satu panitia pemilihan tersebut, yaitu Faridah.''
Saat ditanya apa obsesi yang belum dicapainya, Indra mengaku ingin menjadi Doktor, sehingga bisa mengajar di mana-mana. Karena selain menjadi peneliti dirinya juga mendambakan bisa mengajar di almamaternya. ''Selain itu saya juga ingin membawa anak saya ke Chiapas di Mexico. Minimal untuk menemukan jejak perlawanan rakyat yang terkenal dengan nama Zapatista itu. Tapi anak saya harus tahu betul tanah kelahiran ayahnya di Pariaman terlebih dahulu.'' (Hartono Harimurti-35)
(suara merdeka)

Tidak ada komentar: