Kamis, 03 Januari 2008

Irman Gusman


Pengusaha Pejuang Daerah


Suku Minangkabau sejak lama adalah salah satu ‘lumbung’ nasional penghasil politisi dan negarawan terkemuka. Salah seorang, Irman Gusman, pengusaha, politisi dan negarawan muda usia berpandangan jauh ke depan. Pria kelahiran Padang Panjang 11 Februari 1962, ini adalah salah seorang pejuang kesetaraan daerah dan pusat. Mantan Wakil Ketua Fraksi Utusan Daerah (F-UD) MPR RI 2002-2004, ini terpilih menjadi Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) 2004-2009.Meniti karir dari bawah sebagai usahawan sukses, era reformasi mencetuskan keterpanggilan jiwa-batin Irman untuk terlibat langsung memperbaiki nasib dan masa depan bangsa. Fraksi TNI/Polri DPRD Sumatera Barat di tahun 1999 mempercayainya sebagai Utusan Daerah untuk duduk di lembaga tertinggi negara MPR RI. Di lembaga itu secara perlahan namun pasti Irman Gusman mulai terlibat intens mempersiapkan cetak biru wajah perpolitikan baru masa depan lewat sejumlah amandemen konstitusi. Sebagai pengusaha yang piawai mengadakan lobi-lobi bisnis Irman Gusman begitu lincah bergerak memperjuangkan aspirasi yang dititipkan oleh daerah Sumatera Barat untuk diperjuangkan di tingkat nasional. Aspirasi itu adalah menempatkan setiap kepentingan daerah selalu dalam perspektif nasional. Itu berarti kepentingan dan aspirasi daerah yang diperjuangkan Irman Gusman sejatinya adalah sama dan sebangun dengan perjuangan dan aspirasi setiap daerah-daerah lain yang, akhirnya terakumulasi sebagai aspirasi nasional sebagaimana yang termaktub dalam Pembukaan UUD ’45 yakni memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Irman awalnya memprakarsai pembentukan Fraksi Utusan Daerah (F-UD) MPR, yang beranggotakan 53 orang sebagai alat kelengkapan Majelis untuk bisa dimanfaatkan bersuara lantang memperjuangkan aspirasi dan kepentingan daerah. Wajah yang simpatik, tatapan mata yang teduh, tutur kata yang runtut, sistematis, berbobot, dan jelas arah, serta ditopang tubuh atletis yang dibalut penampilan rapi pakaian lengkap berdasi dan jas membuat Irman suami dari Liestyana Rizal dengan mudah bisa meyakinkan lawan bicara.

Di kalangan politisi Senayan ayah tiga orang anak Irviandari Alestya Gusman, Irviandra Fathan Gusman, dan Irvianjani Audria Gusman segera saja dikenal sebagai pelobi ulung yang berpotensi mewarnai penuh wajah pentas perpolitikan nasional. Irman bahkan berani merogoh kocek untuk mengumpulkan sejumlah politisi di hotel-hotel mewah agar keputusan lobi yang dihasilkan berkualitas sekaligus berguna menyelesaikan sejumlah persoalan bangsa.Lobi-lobi yang digulirkan alumni Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Indonesia (FE-UKI) Jurusan Ekonomi Perusahaan tahun 1985 antara lain berhasil menggolkan pembentukan Fraksi Utusan Daerah (F-UD) MPR di tahun 2001, setelah sebelumnya tahun 2000 sempat dibekukan.

Sebagai politisi non partisan murni memperjuangkan kepentingan semua golongan masyarakat tanpa disekat kepentingan praksis sesaat model partai-partai politik, selama pembekuan F-UD Irman bergabung berjuang dalam Fraksi Utusan Golongan (F-UG). Lobi dan perjuangan Irman untuk menegaskan kembali bahwa komitmen Anggota MPR ‘alumni’ Utusan Daerah adalah murni di garis perjuangan aspirasi dan kepentingan daerah. Fraksi Utusan Daerah akhirnya kembali bisa hidup di tahun 2001, sekaligus menempatkan nama Irman sebagai salah satu Wakil Ketua F-UD sejak tahun 2902. Tak berhenti di situ, perjuangan baru Irman adalah menuntut agar MPR menempatkan seorang anggota Utusan Daerah duduk sebagai Wakil Ketua MPR. Bermodalkan alat kelengkapan baru bernama Fraksi Utusan Daerah Irman bersama kolega dan fraksi-fraksi lain berhasil melakukan sejumlah amandemen konstitusi. Seperti, keharusan melaksanakan pemilihan umum presiden dan wakil presiden secara langsung, demikian pula terhadap setiap kepala daerah gubernur, bupati, dan walikota harus dipilih langsung.

Puncak pencapaian lain amandemen adalah kesepakatan nasional membentuk lembaga tinggi negara baru bernama Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dikhususkan hadir untuk membangun kesetaraan dan persamaan pembangunan nasional melalui pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi di segala bidang secara konstitusional. DPD, karena ide awalnya adalah memperjuangkan kesetaraan dan kesamaan antara kepentingan daerah dengan pusat, maka, setiap daerah tingkat satu diwakili sama oleh empat anggota DPD tanpa memperhitungkan perbedaan geografi dan demografi penduduk setiap propinsi. Selintas kehadiran DPD ‘hanya’ untuk mengakomodasi dihapuskannya F-UD di MPR muai tahun 2004, sebagai salahsatu hasil lain amandemen konstitusi. Namun Irman Gusman menegaskan kehadiran DPD adalah untuk membangun kesetaraan dengan semua institusi politik lain DPR, MPR, Presiden, BPK, dan MA yang dalam sistem ketatanegaraan baru adalah sama-sama lembaga tinggi negara.

Berbeda dengan F-UD sebelumnya yang hanya sub-ordinat dari lembaga tertinggi negara MPR, DPD bekerja independen, bisa menjadi penyeimbang DPR, bahkan berpotensi menjadi saluran aspirasi alternatif baru di luar jalur konvensional DPR.Irman berhasil membawa sistem perpolitikan nasional menjadi bikameral yang menempatkan DPD sama seperti Senator di Amerika Serikat. Perjuangan ini agaknya masihlah langkah awal baru dalam benak Irman.

Sebab sebagaimana galibnya dalam sistem bikameral lembaga senator adalah kawah candradimuka ajang pelatihan yang bisa menghantar anggotanya menjadi calon gubernur bahkan hingga mencapai puncak tertinggi sebagai calon presiden, sebagaimana calon presiden AS John F. Kerry dari Partai Demokrat yang pada Pemilu 2 November 2004 bersaing dengan the incumbent president George W. Bush dari Partai Republik. Kesempatan menjadi eksekutif pemerintah terbuka luas sebab setiap senator yang dipilih langsung oleh rakyat dipastikan sudah memiliki basis massa konstituen yang kuat. Irman bermaksud agar lembaga DPD bisa mengkader ke-128 anggotanya yang berpotensi menjadi calon-calon eksekutif handal di segala tingkatan. Karena itu Irman melalui lembaga DPD berkehendak mengamandemen UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah agar setiap kader bangsa yang non partisan berhak mengajukan diri sebagai calon kepala daerah maupun kepala negara. Sebagai salah seorang penggagas dan pembentuk cetak biru sistem perpolitikan baru, Irman Gusman seorang penganut paham kebangsaan aktivis di berbagai organisasi keagamaan Islam sangat kenal betul bagaimana elan berikut visi dan misi lembaga DPD. Irman segera mempersiapkan diri dari bawah untuk meniti ulang karir politik lewat Pemilu Legislatif 2004. Irman Gusman berhasil terpilih menjadi anggota DPD periode 2004-2009 dari Sumatera Barat sebagai peraih suara terbesar 325.708 suara, atau 18 persen dari suara pemilih Sumatera Barat. Aktivitas Irman Gusman, yang ketika mahasiswa di tengah-tengah komunitas plural khususnya umat nasrani terpilih menjadi Ketua Senat Mahasiswa Universitas Kristen Indonesia (SM-UKI), adalah Penasehat Majelis Ekonomi Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Barat 2000-2005, Dewan Pakar Majelis Ekonomi Pimpinan Pusat Muhammadiyah 2000-2005, Anggota Dewan Penyantun Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat, dan Wakil Ketua Dewan Pakar ICMI Pusat 2002-2005.Usai Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan hasil Pemilu Legislatif 2004 naluri lobi Irman Gusman segera ‘menyuruhnya’ bergerilya menggagas ide pembentukan Kaukus DPD Sumatera. Dari 40 anggota DPD se-Sumatera 34 diantaranya sepakat menyetujui Deklarasi Batam untuk mengusung nama Irman Gusman sebagai calon tunggal merebut kursi Ketua DPD. Kaukus juga ditugaskan mempersiapkan visi dan misi serta bentuk perjuangan anggota DPD se-Sumatera sepanjang tahun 2004-2009 dalam konteks dan perspektif Negara Kesatuan Republik Indonesia.Kesepakatan Deklarasi Batam dipegang teguh oleh seluruh anggota. Tidak mengherankan jika pemilihan ketua DPD dilangsungkan harus dalam tiga kali putaran karena ketatnya persaingan. Pada putaran pertama yang dimulai Jumat 1 Oktober pukul 15.45. wib diperoleh tujuh nama yang berhasil meraih suara. Yakni, Ginandjar Kartasasmita (49 suara), Irman Gusman (29 suara), Sarwono Kusumaatmaja (22 suara), La Ode Ida (18 suara), Harun Al Rasyid (dua suara), M. Nasir (satu suara), dan Kasmir Triputra (satu suara).

Lima suara dinyatakan tidak sah dan satu suara abstain. Karena La Ode Ida menyatakan mundur dari pencalonan maka hanya tiga besar yang maju ke putaran kedua, Ginandjar Kartasasmita, Irman Gusman, dan Sarwono Kusumaatmaja.Pada putaran kedua yang mulai bergulir di malam hari pukul 20.00 wib nama Irman Gusman masih peraih suara terbesar kedua dengan 43 suara, di bawah Ginandjar Kartasasmita yang mantan Menko Ekuin 59 suara di atas Sarwono Kusumaatmaja yang mantan Menneg Lingkungan Hidup 26 suara. Irman berhasil lolos dari kepungan dua pentolan politik rejim Orde Baru untuk kembali maju ke pemilihan ‘grand final’ putaran ketiga. Pada penghitungan akhir putaran ketiga terjadi kejar-kejaran suara antara Ginandjar dan Irman. Namun hasil akhir hanya menunjukkan Irman meraih 54 suara, kalah tipis dari Ginandjar yang meraih 72 suara. Satu suara dinyatakan tidak sah dan satu suara kosong. Irman mengakui suara yang diraih masih di bawah kalkulasi politik Tim Suksesnya namun Deklarasi Batam dianggap tetap solid mendukung dirinya.

Sebagai antiklimaks Irman puas hanya menduduki kursi Wakil Ketua DPD mewakili wilayah barat, setelah dalam pemilihan meraih 50 suara unggul atas kandidat lain Nurdin Tampubolon 25 suara, Bambang Suroso delapan suara, dan Mediati Hafni Hanum satu suara. Satu kursi lain wakil ketua dari wilayah timur diraih oleh La Ode Ida.Perjuangan tiada hentiKiprah Irman Gusman memperjuangkan kesetaraan lembaga baru DPD dengan lembaga tinggi negara lain seolah tiada henti. Ajang pemilihan ketua MPR RI 2004-2009 membuktikan betapa gigihnya Irman berjuang. Irman sekaligus pula berhasil menyakinkan banyak pihak betapa DPD sudah sepantasnya mulai diperhitungkan secara saksama sebagai sebuah kekuatan riil politik baru. Ketika itu hingga tanggal 5 Oktober 2004 pemilihan ketua MPR berkali-kali mengalami kebuntuan. DPD menuntut hak menempatkan dua wakilnya sebagai unsur pimpinan MPR, sama dan setara dengan DPR untuk juga hanya menempatkan dua wakil. Tatib MPR menggariskan pimpinan MPR terdiri empat orang berasal dari DPR dan DPD.

Keteguhan Irman memperjuangkan dua kursi di pimpinan MPR didasarkan kesepakatan nasional dalam amandemen konstitusi, bahwa kedua lembaga DPD dan DPR berdiri setara dan sejajar tanpa memperhitungkan proporsionalitas jumlah anggota DPD yang 128 orang dan DPR yang 550 orang anggota.“Kalau DPD menuntut agar unsur pimpinan MPR berasal dari DPD dua orang dan DPR dua orang karena kita ingin adanya kesejajaran antara lembaga DPR dan DPD,” kata Irman Gusman, berbicara dalam kapasitas baru sebagai Wakil Ketua DPD, kepada wartawan di gedung DPR, Selasa (5/10). Irman mengungkapkan itu untuk menanggapi pernyataan Ketua Dewan Koalisi Kebangsaan Akbar Tandjung yang menilai tuntutan DPD mengubah Tatib MPR dan tuntutan menempatkan dua wakilnya duduk di pimpinan MPR bisa membuka pintu amendemen UUD ‘45. Perdebatan tentang unsur pimpinan nyaris semakin menuju deadlock. Akbar Tandjung menyebutkan ide kesejajaran bisa mengarah ke bentuk negara federalisme. Tuntutan DPD kata Akbar juga tidak sesuai dengan konstitusi sebab UUD ’45 tidak menyebutkan dengan eksplisit dua wakil ketua MPR dari DPR.

Tapi Irman Gusman malah semakin menegaskan sikap bahwa usulan DPD yang sudah sebelumnya disetujui dalam rapat gabungan fraksi dan akhirnya dibahas dalam Panitia Ad Hoc bukanlah mengada-ada. Usulan itu, kata Irman, semata-mata didasarkan atas aspirasi konstituen di daerah sebab para anggota DPD berbeda dengan DPR. Anggota DPD kata Irman berjuang sendiri untuk menggalang dukungan dan meraih suara sebanyak mungkin.Untuk menunjukkan jati diri sebagai negarawan sejati dengan tak kalah sengit Irman Gusman menegaskan butir-butir UUD 1945 Bab 16, pasal 37 ayat (5) bahwa bentuk negara Indonesia tidak dapat lagi dilakukan perubahan, sehingga anggapan bahwa DPD hendak menuju negara federal tidak dapat dibenarkan.Alhasil, ide Irman Gusman menyetarakan DPD dengan DPR berhasil diterima. Pimpinan MPR disetujui terdiri dua unsur DPR dan dua unsur DPD. Pemilihan Ketua MPR yang sangat demokratis berlangsung sengit. Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (F-PKS) terpilih bersama tiga wakilnya AM Fatwa (F-PAN), Aksa Mahmud dan Mooryati Sodibyo keduanya dari DPD yang diusung Koalisi Kerakyatan, menang tipis meraih 326 suara berbeda dua suara saja dari calon Koalisi Kebangsaan yang meraih 324 suara terdiri Sutjipto (F-PDIP), Theo L. Sambuaga (F-PG), Sarwono Kusumaatmaja dan Aida Ismet Nasution keduanya dari unsur DPD. Drama perbedaan tipis dua suara dibumbui oleh ketidakhadiran dua anggota F-PDIP dalam pemungutan suara, serta tiga suara dinyatakan abstain dan 10 suara tidak sah.Perluasan wewenangVisi kenegarawananlah yang ‘mengharuskan’ Irman Gusman terjun sebagai politisi untuk berjuang mensejajarkan kepentingan daerah dan pusat. Kepentingan daerah selama puluhan tahun seolah-olah tak pernah dipandang perlu oleh pemerintah pusat yang sangat sentralistik.Sebagai pengusaha muda beridealisme tinggi yang berkehendak membangun seluruh daerah di Indonesia, tak sebatas kota Padang Panjang tanah kelahiran, Irman Gusman pengusaha sukses yang selama lima tahun 1998-2003 pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Bidang Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah Dewan Pengurus Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) telah banyak merasakan besarnya hambatan akibat ketimpangan peran Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah.

Irman juga aktif di berbagai organisasi bisnis, seperti Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) sebagai Ketua Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi (LP2E) Hipmi Pusat, maupun di Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin).Kiprah perjuangan mewujudkan kesejajaran sudah dia awali di lembaga MPR sepanjang tahun 1999-2004, dan kini di lembaga baru DPD sepanjang tahun 2004-2009 Irman tetap akan berjuang bagi daerah. Irman, yang berhasil menyelesaikan pendidikan S-2 Master of Business Administration (MBA) di University of Bridgeport Connecticut, AS jurusan pemasaran tahun 1988 sangat menginginkan DPD memiliki banyak wewenang yang bisa dimanfaatkan untuk kemaslahatan umat.Bagi Irman Gusman perluasan wewenang DPD diperlukan untuk mengurangi pengaruh sentralistik yang sampai saat ini masih terasa di daerah. Khususnya kebijakan yang berpengaruh pada iklim usaha di daerah. “Sebagai pengusaha, selama ini saya merasa banyak kebijakan pusat yang tidak menguntungkan iklim usaha di daerah,” Irman menegaskan.

Itu sebabnya, menurut Irman DPD harus berupaya memberdayakan masyarakat daerah serta mengusahakan undang- undang yang lebih berpihak kepada rakyat di daerah. Jadi, penguatan masyarakat dimulai dengan melakukan penguatan masyarakat di daerah.“Itu pula sebabnya, seorang anggota DPD harus punya kemandirian secara ekonomi sehingga bisa membantu masyarakat. Saya sendiri berasal dari keluarga yang punya kemampuan ekonomi, dan dengan itu bisa membantu masyarakat untuk menciptakan kemandirian. Bagaimana mungkin orang miskin akan membantu orang miskin,” kata Irman, tanpa bermaksud sombong atau meninggikan hati melainkan betapa untuk berjuang sangat dibutuhkan kekuatan besar yang memadai sambil tetap disertai idealisme murni kebangsaan.Irman Gusman berprinsip DPD adalah ‘jembatan emas’ baru untuk segala kepentingan terlebih untuk mengurangi kesenjangan antara pemerintahan pusat dan daerah. “Apalagi kalau kita lihat, kewenangan kami adalah dalam bidang kesejahteraan, pembangunan, sosial, ekonomi, moral, pendidikan dan daerah,” kata Irman. Bahkan, menurut Irman DPD hadir untuk mengkoreksi segala kebijakan Undang-Undang yang masih bersifat sentralistik.Pebisnis pionierSebelum menjadi politisi Irman Gusman adalah pebisnis murni yang mendasarkan perjalanan dan pengelolaan usahanya pada etika-etika agama atau nilai-nilai Islami sebagaimana agama yang dia anut. Ia sangat menjunjung tinggi profesionalisme, etika, inovasi, dan kepeloporan. Bahkan, hampir semua bisnis yang digeluti merupakan bisnis pionir. Contoh klasiknya adalah PT Kopitime DotCom Tbk, perusahaan multimedia penyedia jasa teknologi informasi dan internet pertama di Indonesia yang berhasil listing di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Perusahaan publik ini dia gagas dengan mempertaruhkan nama baik dan reputasinya sebagai pengusaha dan anggota MPR RI. Gagasan bisnis yang kreatif dan orisinil sudah merupakan ciri utama setiap kiprah Irman Gusman, disamping tetap mencantelkan sisi idealisme. Secara bisnis menjual Kopitime di lantai bursa memberi Irman pemasukan kapital dalam jumlah banyak dan segera. Dia hanya membuka diri menawarkan kesempatan sebagai pemegang saham kepada pihak lain.

Namun yang terutama Kopitime DotCom membawa misi mulia membantu setiap pengusaha nasional, terutama usahawan kecil dan menengah (UKM) yang baru tumbuh berkesempatan memperluas pangsa pasar di luar negeri lewat Internet dengan biaya murah. “Jumlah pengusaha UKM kurang lebih 2,5 juta tapi sulit mencari mitra bisnis di luar negeri karena keterbatasan biaya dan jaringan,” kata Irman Gusman, saat berbicara pada forum Musyawarah Nasional Tarjih ke-26 PP Muhammadiyah, di Padang awal Oktober 2003.Sebagai pengusaha yang tumbuh dari bawah Irman Gusman sangat mendambakan lahirnya banyak usahawan kecil dan menengah di Indonesia. Semangat kewirausahaan kata Irman harus selalu didengungkan agar muncul para enterpreneur baru sebagaimana jejak langkahnya.

Jabatan bisnis yang kini dipegang Irman antara lain Direktur Utama PT Prinavin Prakarsa bergerak di bidang perdagangan dan investasi, Komisaris Utama PT Padang Industrial Park sebuah kawasan industri di Padang yang digagasnya bersama mitra usaha dari Negeri Jiran Malaysia, Komisaris Utama PT Khage Lestari Timber bergerak di bidang pengelolaan dan ekspor kayu olahan, Komisaris Utama PT Guthri Pasaman Nusantara pengelolaan perkebunan dan pengolahan kelapa sawit di Pasaman, Sumatera Barat, Komisaris Utama PT Sumatera Korea Motor, dan Komisaris Utama PT Kopitime DotCom, Tbk.Irman Gusman juga tercatat sebagai Pemimpin Redaksi harian “Mimbar Minang” suratkabar pertama yang dia dirikan dengan kepemilikan saham 100 persen berbentuk badan hukum koperasi, sebuah terobosan yang pernah mengundang kekaguman dan apresiasi tinggi dari berbagai kalangan perkoperasian Indonesia.

Koperasi dimaksud Koperasi Equatorial Minang Media, yang pendiriannya diprakarsai Irman Gusman juga memiliki dan mengelola berbagai bidang usaha lain seperti Perkebunan Kopi Arabika Pinang Awan Muara Labuh seluas 1.500 hektar di Kabupaten Solok, penerbit buku Pustaka Mimbar Minang, pengelola portal internet MimbarMinang.Com, serta pengelola Kantor Hukum Ekuator. Masih di bidang media, antara tahun 2000-2002 Irman pernah tercatat sebagai Komisaris PT Abdi Bangsa, Tbk penerbit harian “Republika”. Paradigma berubahJiwa pionir bisnis Irman Gusman juga sangat terasa ketika mendirikan Kawasan Industri Padang Industrial Park (PIP) tahun 1994. Dalam usia relatf muda 32 tahun ia membuktikan tingginya komitmen dan kepeduliannya membangun daerah, tentu untuk pertama kali dipilih daerah asal lebih dahulu yakni Padang. Ia menggandeng investor asing Johor Corporation Group of Companies, sebuah kelompok usaha konglomerat dari Malaysia untuk menggarap lahan seluas 200 hektar menjadi sebuah kawasan industri terpadu. “Kawasan Industri Padang harus menjadi kebanggaan masyarakat, ia harus menjadi lokomotif industrialisasi di daerah sebab ini dibangun sebagai suatu bisnis sekaligus idealisme membangun tanah kelahiran. Tujuannya tak lain untuk memicu dan memacu pertumbuhan ekonomi dan mendorong investasi yang besar ke daerah ini,” kata Irman Gusman, yang memilih hidup di jalur bisnis terinspirasi oleh kemajuan pesat ekonomi Amerika Serikat berkat topangan peranan swasta yang begitu besar.Irman Gusman sesungguhnya awalnya memiliki cita-cita memasuki lembaga birokrasi pemerintah sebagai Pegawai Negeri Sipil. Tujuannya untuk mengabdi sekaligus memperbaiki wajah pembangunan Indonesia yang timpang. Namun ayahnya memberikan dorongan berbeda harus haus akan ilmu pengetahuan serta bersemangat meningkatkan kualitas diri secara terus-menerus melalui pendidikan dan pengalaman di beragam bidang. Dorongan ayahnya timbul sebab sungguh sadar betapa beratnya tugas dan tantangan hidup di masa depan. Kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Indonesia (FE-UKI) Jurusan Ekonomi Perusahaan tahun 1979-1985 dirasa belum cukup. Irman memutuskan kembali memasuki dunia kampus melanjutkan kuliah pasca sarjana S-2 ke University of Bridgeport, Conneticut, AS antara tahun 1986-1988.Januari 1986 berangkat ke Amerika Serikat delapan bulan pertama diisi program persiapan studi di Bobson College, Massachusetts kemudian dilanjutkan ke Graduate School of Business University of Bridgeport, Connecticut. Irman Gusman memulai sebuah perjalanan yang di kemudian hari terbukti berhasil mempengaruhi cara pandang dan wawasan berpikirnya sebagai bekal untuk mewujudkan cita-cita sebagai anak bangsa yang peduli memperbaiki nasib bangsa. Bukan hanya memperdalam ilmu pengetahuan di bangku kuliah. Irman Gusman sekaligus berkesempatan mempelajari dinamika masyarakat Amerika yang berhasil menata diri menjadi bangsa yang maju dan modern. Memikirkan bagaimana strategi meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup rakyat secara ekonomi dan sosial terutama melalui pemberdayaan dan pemerataan pembangunan masyarakat daerah.

Melihat betapa negara Amerika Serikat bisa maju dan modern ditopang oleh kemajuan dan kemandirian masing-masing daerah otonom dimana hubungan antara pemerintah pusat dan negara bagian begitu harmonis. Demikian pula terjadi pembagian kewenangan yang adil dan proporsional antara pemerintah pusat dan negara bagian sehingga negara bagian dimungkinkan tumbuh sesuai kapasitas dan keunggulan masing-masing.Pembelajaran tidak serta-merta berhenti usai meraih gelar S-2 Master of Business Administration (MBA) Mei 1988. Sebelum pulang dan tiba di tanah air persis pada tanggal 8 Agustus 1988, Irman Gusman berkesempatan berkeliling Eropa mengunjungi Inggris, Belanda, Perancis, Jerman Barat, dan sejumlah negara Eropa Timur seperti Rusia dan negara komunis lainnya. Irman Gusman berhasil memperkaya diri dengan perspektif yang lebih luas perihal pembangunan ekonomi baik itu sistem kapitalis, sosialisme, dan komunisme.Keluarga Pengusaha dan Pendidik Irman Gusman anak kedua dari 14 bersaudara lahir dan besar di lingkungan keluarga pengusaha sekaligus pendidik, Ayah Drs. H. Gusman Gaus dan Ibu Hj. Janimar Kamili. Tak heran jika Irman mengidentifikasi diri sebagai pengusaha sekaligus pendidik.“Panggilan jiwa saya adalah sebagai pendidik. Kalaupun sebagai pengusaha, saya lebih memilih menjadi pengusaha yang dapat memberikan inspirasi dan mengutamakan pengetahuan, atau menjadi pengusaha yang berbasis pengetahuan, atau knoledge-based entrepeneur,” kata Irman, Anggota Dewan Penyantun Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat (UMSB).Irman Gusman menjabat pula sebagai Ketua Yayasan Amal Bhakti Mukmin Indonesia (Albani), pengelola lembaga pendidikan Akademi Manajemen dan Ilmu Komputer (AMIK) Padang, yang didirikan ayahnya sejak tahun 1990. Di tangan Irman, sejak tahun 2002 status AMIK ditingkatkan menjadi Sekolah Tinggi Manajemen dan Ilmu Komputer (STMIK) Indonesia, yang menujukkan wujud kepedulian seorang anak daerah Irman Gusman terhadap kemajuan pendidikan dan kuatnya keinginan memasyarakatkan teknologi informasi ke kalangan generasi muda Sumatera Barat.

Sebagaimana visi dan kepribadian pemiliknya Irman Gusman, STIMIK Indonesia didesain mampu menghasilkan sumberdaya manusia berkarakteristik tiga hal, mempunyai profesionalisme dan dasar keahlian yang memadai, memiliki jiwa kewirausahaan yang tangguh, dan menjunjung tinggi budi pekerti dan perilaku Islami.Pada masanya ayah Irman Gusman Drs. H. Gusman Gaus sudah dikenal sebagai tokoh terkemuka Sumatera Barat, yang antara lain pernah tercatat sebagai pengurus teras Kadin Sumatera Barat, Rektor Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat (UMSB), Wakil Ketua Orwil ICMI Sumatera Barat, Ketua Orsat ICMI Kota Padang, dan penasehat Pengurus Wilayah Muhammadiyah Sumatera Barat.

Bahkan, jika ditarik ke belakang sang kakek H. Kamili juga tergolong tokoh masyarakat terkemuka Sumatera Barat pada masanya, antara lain sebagai saudagar emas ternama sepanjang tahun 1950-1960-an, aktivis mesjid berkiprah memajukan Islam seperti membesarkan Pondok Pesantren Rawalib.Pulang dari Amerika bergelar MBA mudah saja bagi Irman mencari pekerjaan, semisal berkarir di berbagai PMA, atau multinational companies, atau di BUMN dengan sejumlah besar gaji. Tapi ia memilih jalur sebagai enterpreneur dengan pekerjaan pertama membenahi sebuah perusahaan keluarga yang sedang terbelit masalah keuangan.“Kecintaan pada keluarga membuat semua beban dan tantangan yang saya hadapi terasa ringan. Saya harus tinggal di lokasi pabrik, bertahun-tahun, jauh dari keramaian dan kesenangan, bekerja siang malam agar perusahaan keluarga ini selamat dan sehat kembali.

Tanpa semangat kewirausahaan, idealisme, keyakinan yang kuat, dan dukungan semua pihak mustahil saya mampu mengemban amanat keluarga ini,” kata Irman yang selalu bersikap akrab dengan bawahan. Irman berhasil memulihkan kondisi perusahaan menjadi lebih sehat, mandiri, menguntungkan, dan menjadi salah industri pengolahan kayu terpadu di Sumatera Barat berorientasi ekspor 100 persen.Irman Gusman bukan lagi pengusaha daerah sebatas Sumatera Barat, atau pengusaha nasional sebatas Indonesia, ia bahkan telah melebarkan sayap sebagai pengusaha sukses yang layak bergaul dan diperhitungkan di dunia internasional. Irman selalu mendapat undangan khusus menghadiri acara-acara tingkat dunia yang diselenggarakan oleh World Economic Forum (WEF).

WEF adalah organisasi nirlaba internasional yang berkomitmen memperbaiki tata-kelola negara-negara di dunia, seperti mengadakan pertemuan New Asian Leader dan East Asia Economic Summit. Untuk tingkat dunia WEF mengadakan pertemuan tahunan para pemimpin dunia di Davos, Swiss yang juga selalu dihadiri Irman Gusman berkumpul dan berbicara secara bebas dan informal mencari solusi dalam rangka mempercepat penyelesaian masalah-masalah global khususnya bidang ekonomi bagi pengembangan masyarakat global.“Kehadiran saya pada acara-acara yang diadakan oleh World Economic Forum tersebut merupakan upaya untuk memanfaatkan dan memaksimalkan jaringan global bagi sebesar-besarnya peningkatan kesejahteraan rakyat. Insya Allah bermanfaat bagi pembangunan bangsa ini di masa depan,” kata Irman, menegaskan bahwa semua langkah-langkah idealismenya adalah demi bangsa. Selain aktif di WEF, Irman Gusman juga tercatat sebagai anggota International Business Advisory Council (IBAC) pada Direktur Jenderal Organisasi Perdagangan Internasional (World Trade Organization/WTO), berkedudukan di Lausanne, Geneva, Swiss. ►ht-ms

Masa Depan Ekonomi Politik di Daerah
Pengantar Redaksi:Pada hari Rabu, 18 Mei 2005, Central for Information and Development Studies (CIDES), menyelenggarakan Paparan Ekonomi Politik CIDES “Setelah Setengah Tahun Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla”. Paparan yang berlangsung di Hotel Ambara, Jakarta, itu menampilkan tiga orang pembicara yakni Irman Gusman, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia, Indria Samego, Direktur CIDES yang juga Direktur Eksekutif Pusat Pengkajian Masalah-Masalah Pemerintahan (PPMmP), dan Umar Juoro, Ketua Dewan Direktur Cides. Berikut ini adalah makalah yang disampaikan oleh Irman Gusman. ***Diskursus mengenai dinamika ekonomi politik di daerah, akhir-akhir ini terus menguat seiring dengan eskalasi partisipasi publik dalam ranah demokratisasi di tingkat lokal, terutama dengan berlangsungnya otonomi daerah dan pemilihan kepala daerah secara langsung. Sebagai bangsa yang tengah beranjak menuju demokratisasi “sepenuh hati”, kondisi tersebut cukup membanggakan. Betapa tidak, setelah lebih dari 50 tahun merdeka, hidup dalam iklim demokrasi “setengah hati”, baik di era demokrasi terpimpin maupun era demokrasi Pancasila, yang sebetulnya jiwanya amat kental dengan kekuasaan sentralistik dan otoriter.Kini, perjuangan reformasi khususnya menata sistem politik dan demokrasi di tanah air telah berhasil mengedepankan peranan rakyat sebagai subyek demokrasi, dimana rakyat tidak hanya menjadi “penonton” dalam berbagai proses pengambilan keputusan penting menyangkut manajemen kedaulatan hidup berbangsa dan bernegara. Transisi demokrasi, dari “setengah hati” menuju demokratisasi “sepenuh hati”, merupakan salah satu tuntutan reformasi yang didengungkan sejak tahun 1998. Diawali dengan adanya kehendak kolektif segenap komponen bangsa ini untuk melakukan amandemen UUD 1945, terutama menyangkut sistem perwakilan dan wewenang pelaksanaan kedaulatan rakyat. Salah satu hasil amandemen yang berdampak mengubah secara fundamental sistem ketatanegaraan RI adalah: lahirnya lembaga baru bernama Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang anggotanya dipilih secara langsung melalui pemilihan umum. Lembaga ini mempunyai kedudukan yang setara dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Secara politik, lahirnya DPD telah mengubah atau setidaknya memperkaya khasanah dan referensi perpolitikan rakyat, dari era politik “bersimbol” ke era politik “berwajah”. Dalam era politik “bersimbol”, rakyat sepenuhnya atau setengahnya memilih lambang-lambang ideologi politik atau aliran tertentu. Sedangkan di era politik “berwajah”, rakyat sepenuhnya memilih figur, wajah, karakter, kepribadian, dan visi-misi orang atau tokoh yang bersangkutan. DPD yang beranggotakan tokoh-tokoh daerah, kehadirannya telah memberikan pendidikan politik mendasar sebagai bekal dalam menyelenggarakan demokratisasi sepenuhnya, dimana ujungnya dalam setiap pemilu, “orang harus memilih orang” atau “people vote people”. Pemilu DPD yang berlangsung sukses pada 5 April 2004, telah membuktikan bahwa rakyat Indonesia di seluruh daerah nusantara telah memiliki kedewasaan berpolitik memadai sebagai prasyarat menuju negara yang demokratis. Hal ini terbukti dengan hasil-hasil pemilu berikutnya, yakni pemilu presiden dan wakil presiden secara langsung, yang juga berjalan sukses. Dengan mekanisme pemilihan yang sama dengan saat pemilihan anggota DPD, yakni secara langsung memilih “wajah” calon yang bersangkutan, pemilu presiden dan wakil presiden telah menorehkan tinta emas dalam sejarah demokrasi bangsa ini, bahkan sejarah politik NKRI. DPD RI selanjutnya sesuai dengan amanat UUD 1945, memberikan “modal politik” bagi rakyat daerah di seluruh nusantara untuk berpartisipasi dalam berbagai keputusan strategis menyangkut kepentingan nasional. Istilah “kepentingan nasional” kini tak lagi menjadi milik pemerintah pusat, tak boleh lagi diterjemahkan secara sepihak oleh presiden sebagai eksekutif pemerintahan dan para pembantunya, sebagaimana yang telah terjadi di masa-masa lalu. Kepentingan nasional yang tercermin dalam berbagai produk legislasi; UU, Perpu dan lain-lain, kini harus melibatkan masyarakat daerah melalui peran dan fungsi DPD sebagai lembaga negara. Sebagaimana tertuang dalam Pasal 22D UUD 1945, DPD RI selanjutnya menjadi pilar utama pelaksanaan otonomi daerah, ia akan menjadi penjaga “nurani” masyarakat daerah, yang selama ini termarjinalisasi akibat berbagai kebijakan pembangunan yang tak adil dan sentralistik. DPD RI peranannya amat strategis dalam mendorong partisipasi masyarakat daerah dalam pembangunan nasional, sehingga pembangunan mewujudkan kesejahteraan secara merata tidak lagi “top-down”, tetapi “bottom-up”. Tidak lagi sentralistik, tetapi terdesentralisasi. Tidak lagi “Pulau Jawa” sentris, tetapi bergerak secara adil dan merata ke wilayah lain di luar Pulau Jawa. Secara simbolik, idealistik, dan pragmatik, keberadaan DPD RI memberikan ruang yang luas kepada masyarakat dan pemerintah daerah untuk mengaktualisasikan potensinya dalam menunjang pembangunan nasional yang bermartabat dan berkeadilan. Dengan diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, setidaknya makin mendorong dinamika politik lokal, terutama menyangkut pemilihan kepala daerah secara langsung (Pilkadal). Dalam konteks Pilkadal, DPD RI tentu berkepentingan terhadap terpilihnya para kepala daerah secara demokratis dan langsung oleh rakyat, karena di tangan para kepala daerahlah masa depan otonomi daerah dipertaruhkan. Kualitas kepala daerah, baik dari segi kapasitas dan kapabilitas personal, maupun kualitas legitimasi yang disandangnya, merupakan ukuran keberhasilan proses Pilkadal dan penyelenggaraan demokrasi di tingkat lokal. Dinamika Ekonomi Politik di Daerah Pasca Pilkadal Bila kepala daerah berhasil dipilih oleh rakyat dengan sukses, menghasilkan kualitas, kapasitas, kapabilitas figur yang kompeten dan memberi harapan publik, maka selain demokratisasi di tingkat lokal berjalan sukses --dengan begitu untuk kesekian kalinya bangsa ini menorehkan tinta emas dalah sejarah berbangsa, mekanisme Pilkadal terbukti menjadi salah satu sistem dan mekanisme rekrutmen pemimpin bangsa yang berkualitas. Ini penting, mengingat saat ini kaderisasi pemimpin nasional yang berakar dan berbasis kuat di daerah tidak berjalan selama ini. Kepemimpinan daerah yang legitimat dan berkualitas merupakan modal awal untuk menggerakkan dinamika ekonomi politik daerah secara efektif, sehingga dapat mempercepat proses pencapaian tujuan hidup berbangsa dan bernegara dalam wadah NKRI. Terpilihnya kepala daerah yang berkualitas dan legitimat merupakan “modal sosial” masyarakat dan pemerintah daerah untuk membangun keunggulan kompetitif daerah masing-masing. Bagi pemerintah pusat, bagi DPD RI, kehadiran kepala daerah terpilih produk Pilkadal, selain menjadi mitra dalam pembangunan nasional, juga menjadi “intangible asset” dalam menerapkan pola dan strategi manajemen pembangunan modern, dimana pembangunan yang dikelola pemerintah mengalami redefinisi dan revitalisasi. Redefinisi yang dimaksud adalah menerapkan pembangunan nasional dimana pemerintah pusat berperan sebagai “investment holding”, bukan sebagai “operating holding”. Desentralisasi dan otonomi adalah kata kunci untuk mendelegasikan sebanyak mungkin wewenang administrasi pemerintahan dan roda perekonomian ke pemerintah daerah. Revitalisasi adalah mendorong kualitas partisipasi, kontribusi, dan daya saing pemerintah dan masyarakat daerah agar mampu memainkan peranannya sebagai “agent of change” atau “agent of development”, terutama dalam menggerakkan potensi ekonomi daerah. Dampak runutan yang diharapkan adalah: pembangunan ekonomi dan gairah investasi terus tumbuh dinamis di berbagai daerah, sesuai dengan potensi dan kapasitas yang dimiliki. Untuk mewujudkan hal tersebut, berikut ini beberapa gagasan dalam mewujudkan masa depan ekonomi politik yang lebih baik dan dinamis di daerah antara lain: Pertama, sistem rekrutmen kepala daerah melalui Pilkadal hendaknya dipandang sebagai “pintu” dalam memajukan ekonomi daerah. Sehingga berbagai kendala dalam sistem rekrutasi yang menghalangi figur berkualitas dan berwawasan ekonomi daerah, nasional dan global tidak terhambat oleh adanya aturan-aturan yang bernuansa kepentingan politis dan jangka pendek.Kedua, diperlukan kesamaan visi, misi, persepsi dan paradigma dalam pembangunan daerah ke depan, antara pemerintah pusat dan daerah serta seluruh elemen masyarakat. Momentum dilahirkannya DPD RI, Pilkadal, dan berbagai produk konstitusi era reformasi lainnya, merupakan “energi sosial” yang besar dalam membangun masa depan ekonomi politik di daerah secara lebih cerah, prospektif dan memberi harapan. Ketiga, diperlukan “blue-print” perencanaan pembangunan yang terencana, matang dan komprehensif antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Sinkronisasi tidak hanya terletak pada berbagai produk legislasi, tetapi juga pada tataran manajemen operasionalisasi pembangunan; menyangkut: prioritas pemilihan sektor ekonomi dan pembangunan yang berbasis keunggulan daerah, dan prospektif terhadap peningkatan daya saing nasional. Keempat, masa depan ekonomi politik di daerah amat ditentukan oleh desain awal dan komitmen awal bersama kita terhadap pembangunan daerah. Diperlukan konsistensi dan kontinyuitas pola pembangunan ekonomi di daerah. Seluruh instrumen dan infrastruktur politik di daerah harus diarahkan dan dikerahkan ke dalam upaya revitalisasi ekonomi di daerah. Dengan begitu, semua upaya kita yang telah dilakukan sebagai bangsa, sejak awal reformasi hingga kini, dapat segera membuahkan hasil bagi perbaikan nasib bangsa ini. DPD RI, tak bisa lain, kecuali harus konsisten dan fokus terus memperjuangkan nasib dan masa depan politik ekonomi di daerah agar terus berlangsung secara dinamis dalam memperbaiki masa depan Indonesia, masa depan kita semua. ►e-ti/ht
Nama:H. Irman Gusman, SE, MBA
Lahir:Padangpanjang, 11 Februari 1962
Jabatan: Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD)n 2004-2009
Alamat Rumah:Jalan Kuricang Raya No. 1, Depan Komplek DPR, Bintaro Jaya Sektor IIIA, Jakarta Selatan
Jl Akasia No 4 Danau Teduh Padang, Sumatera Barat

Tidak ada komentar: